Buku Perekonomian Indonesia Faisal Basri

5/29/2018by admin

KOMPAS.com - Ada dua kelompok intelektual. Pertama, kelompok intelektual murni yang ingin mengetahui dan mengkaji semua persoalan yang digelutinya melalui berbagai kegiatan ilmiah dan akademis. Kedua, intelektual aktivis yang tidak cukup memahami dan mempelajari ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, tetapi memiliki hasrat untuk mengubah keadaan. Faisal Basri termasuk intelektual aktivis. Dia seorang yang kritis, pragmatis, tetapi tetap berpijak pada prinsip-prinsip dasar tertentu,” kata Boediono, wakil presiden terpilih 2009-2014, ketika memberikan sambutan pada peluncuran buku Lanskap Ekonomi Indonesia dan seminar tentang kondisi, tantangan, dan prospek ekonomi Indonesia pada pemerintahan kedua Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Rabu (7/10) lalu. Bedah buku dan seminar yang dipandu moderator Suryopratomo itu juga menghadirkan tiga pembicara, yakni Firmansyah (Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), Lin Che Wei (konsultan investasi), dan Anis Baswedan (Rektor Universitas Paramadina). Sebelum memulai sambutannya, Boediono membacakan sebagian puisi karya Faisal Basri berjudul Keniscayaan Perubahan yang dibuat 1 Januari 1998.

Perekonomian Indonesia Sekarang

Gemuruh semakin menggelegar, Derap perubahan menghentak-hentak, Sumbat-sumbat telah terpental, Pekik perlawanan tak terbendungkan, Itulah pertanda era baru akan membentang, Cuma dalam hitungan bulan. Buku setebal 622 halaman yang diterbitkan Kencana Prenada Media Group itu disusun berdua oleh Faisal Basri dan Haris Munandar. Buku ini berisi kajian dan renungan terhadap masalah-masalah struktural, transformasi baru, dan prospek perekonomian Indonesia.

Posts about Buku written by faisal basri. Skip to content. Faisal basri. Wear the robes of fire. Category: Buku. Faisal basri on Perekonomian Indonesia. Perekonomian Indonesia - Oleh: Faisal H.Basri - Melalui buku ini, pakar ekonomi dan politik Indonesia Faisal Basri kembali mengajak kita merenungi berbagai hal yang.

Menurut Boediono, dalam menyampaikan pandangannya, Faisal Basri tidak pernah sungkan untuk menyampaikan fakta dan data. Karena itu, adakalanya dia sering ”menabrak” kebijakan pemerintah.

Meski demikian, dia juga termasuk orang yang pragmatis. Faisal Basri tidak hanya mengkritik, tetapi juga memberikan solusi yang realistis. Ransel dan sepatu sandal Sebagai ekonom, Faisal Basri juga tidak berpihak pada mazhab tertentu. Gamecube Backup Launcher 0.1 Theta. ”Pikirannya selalu bebas, tidak terikat, pragmatis, kritis, dan konsisten, tetapi tetap dilandasi prinsip-prinsip dasar tertentu,” kata Boediono. Pandangan, komentar, dan tulisan Faisal Basri selalu menekankan pada tiga hal. Pertama, rasa keadilan yang sangat kuat. Kedua, fokus pada manusia sebagai point central.

Ketiga, selalu mengacu pada kemaslahatan umum, bukan kepada orang per orang atau kelompok. Faisal Basri bukan hanya konsisten dalam tataran abstrak, melainkan juga konsisten dalam kesehariannya. Dia mampu menyatukan kata dan hati dengan perbuatannya.

”Ransel dan sepatu sandal sudah menjadi ciri khas Faisal Basri,” tutur Boediono yang kemudian disambut tepuk tangan hadirin. Menyinggung soal buku, Boediono kemudian menyoroti pandangan Faisal Basri soal BUMN. Pada halaman 410-411 buku Lanskap Ekonomi Indonesia, Faisal Basri menulis, selama ini BUMN disandera oleh tiga masalah besar, yakni mismanajemen dan pelemahan etos kerja, politisasi dan penjarahan, serta masalah korupsi. Seandainya tidak ada tiga masalah berat itu, BUMN sebenarnya tidak perlu diperlakukan secara khusus. Kedudukannya sama saja dengan perusahaan swasta dan koperasi. Bahkan, seperti dibayangkan Bung Hatta, pada hakikatnya keberadaan BUMN itu hanya sementara. Ketika warga negara biasa sudah bisa menjadi pelaku ekonomi andal melalui perusahaan swasta ataupun koperasi, BUMN secara alamiah harus minggir.

Jadi, peran pemerintah hanya sebagai regulator dan pembina sehingga tidak perlu lagi menjadi pelaku langsung dalam perekonomian. Fluke Smartview 1.9 here. Namun, dalam kenyataannya BUMN di Indonesia terus hadir dan diperlakukan secara khusus. Menurut Faisal, besarnya dividen yang diberikan BUMN, yang jumlahnya lebih dari 100, kepada negara masih kalah dibandingkan dengan kontribusi pajak dari empat perusahaan rokok. Faisal Basri kemudian memberi contoh Pertamina. Biaya produksi minyak di perusahaan BUMN itu lebih mahal ketimbang di Chevron.

Biaya produksi 1 barrel minyak di Pertamina sebesar 36,1 dollar AS, sedangkan di Chevron hanya 6,8 dollar AS per barrel. Pada bagian lain, Boediono juga menyoroti cara pandang Faisal Basri yang bebas dan tidak terikat pada mazhab ekonomi tertentu. Teori-teori pembangunan mengedepankan perdebatan mengenai kegagalan pasar versus kegagalan pemerintah. Di kebanyakan negara berkembang, mekanisme pasar tidak bisa diandalkan sepenuhnya. Namun, sebaliknya, pengalaman juga menunjukkan bahwa keterlibatan langsung pemerintah di dalam perekonomian tidak memberikan hasil yang lebih baik. Untuk Indonesia, agaknya sulit untuk mengatakan bahwa krisis ekonomi disebabkan oleh kegagalan pasar. Menurut Boediono, Indonesia sudah mampu melampaui krisis keuangan yang disebabkan oleh kehancuran sektor keuangan global pada akhir tahun 2008 dengan kekuatan sendiri.